Di era globalisasi, dunia terasa semakin sempit. Perjumpaan dengan orang-orang dari berbagai suku, budaya, dan agama bukan lagi hal yang langka, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk bersikap toleran, menghargai perbedaan, dan berinteraksi secara positif dalam keberagaman menjadi salah satu keterampilan hidup terpenting. Sekolah Katolik, dengan lingkungannya yang seringkali majemuk, menjadi lahan persemaian yang ideal untuk menumbuhkan siswa menjadi warga dunia yang toleran.

Belajar Toleransi dari Pengalaman Langsung Toleransi sejati tidak cukup hanya diajarkan dari buku teks. Ia harus dialami dan dipraktikkan. Di sekolah Katolik yang inklusif, pelajaran tentang menghargai perbedaan terjadi setiap hari di koridor, di kantin, dan di dalam kelas.

  • Saat mengerjakan tugas kelompok, seorang siswa belajar bekerja sama dengan teman yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.

  • Saat jam istirahat, mereka berbagi cerita tentang tradisi keluarga masing-masing, memperluas wawasan tanpa merasa dihakimi.

  • Saat ada teman yang menjalankan ibadah puasa, siswa lain belajar untuk menunjukkan rasa hormat dan empati.

Pengalaman-pengalaman langsung inilah yang mengubah konsep toleransi dari sebuah teori menjadi sebuah sikap hati dan kebiasaan hidup.

Kurikulum yang Membuka Wawasan, Bukan Menutup Diri Pendidikan multikultural juga diintegrasikan ke dalam kurikulum. Dalam pelajaran Sejarah, siswa tidak hanya belajar tentang satu peradaban, tetapi juga kontribusi berbagai budaya di seluruh dunia. Dalam pelajaran Sosiologi, mereka diajak untuk menganalisis isu-isu keberagaman dan pentingnya harmoni sosial. Bahkan dalam pelajaran Agama Katolik, seringkali disisipkan materi tentang dialog antariman, di mana siswa belajar tentang pokok-pokok ajaran agama lain dengan sikap hormat untuk menemukan titik-titik temu dalam nilai-nilai kemanusiaan.

Kegiatan yang Membangun Jembatan Persahabatan Sekolah Katolik secara aktif menciptakan kegiatan yang mempererat persaudaraan lintas perbedaan. Pentas seni seringkali menampilkan tarian atau lagu dari berbagai daerah dan budaya di Indonesia. Perayaan hari-hari besar nasional menjadi momen untuk merayakan kebhinekaan. Kegiatan bakti sosial yang melibatkan kerja sama dengan komunitas dari latar belakang berbeda juga mengajarkan siswa bahwa kasih dan kepedulian tidak mengenal sekat.

Hasilnya: Pribadi yang Empatis dan Berpikiran Terbuka Lulusan dari sekolah Katolik yang menghidupi pendidikan multikultural cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang secara sosial dan emosional. Mereka adalah individu yang:

  • Nyaman dan percaya diri saat berinteraksi dalam lingkungan yang beragam.

  • Memiliki tingkat empati yang tinggi dan mampu melihat dari sudut pandang orang lain.

  • Tidak mudah terhasut oleh prasangka, stereotip, atau berita bohong yang memecah belah.

  • Siap menjadi agen perdamaian dan kerukunan di mana pun mereka berada.

Penutup Membentuk warga dunia yang toleran adalah salah satu sumbangsih terbesar yang dapat diberikan sebuah institusi pendidikan kepada bangsa dan dunia. Di sekolah Katolik, proses ini tidak diajarkan, melainkan dihidupi. Dengan menjadikan sekolah sebagai laboratorium keberagaman yang aman dan suportif, mereka secara efektif menanamkan nilai toleransi sebagai sebuah kebajikan yang akan dibawa siswa seumur hidupnya.

Kontak

Cerita Kasih 

Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih

No HP: 081904104102

Email: admin@ceritakasih.net

Web: CeritaKasih.net