Saat kami memutuskan untuk pindah tugas ke Yogyakarta, kekhawatiran terbesar kami bukanlah tentang adaptasi di kota baru, melainkan tentang anak kami, “Daniel”. Kami takut ia akan merasa kesepian dan kesulitan menemukan teman di sekolah barunya. Yang kami cari bukan sekadar sekolah dengan gedung bagus, tetapi sebuah “rumah kedua”—sebuah komunitas yang akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Perjalanan kami menemukan sekolah Katolik yang tepat untuknya menjadi sebuah kisah tentang penemuan komunitas yang luar biasa.
Kesan Pertama yang Menenangkan Hati
Kami mengunjungi beberapa sekolah, namun ada sesuatu yang berbeda saat kami melangkahkan kaki ke sebuah SD Katolik di sudut kota Yogyakarta. Bukan kemegahan bangunannya, tetapi atmosfernya. Kami melihat para guru menyapa setiap siswa dengan nama, kakak kelas yang dengan ramah menunjukkan jalan kepada adik kelas yang kebingungan, dan tawa anak-anak yang terdengar begitu lepas di halaman sekolah. Kepala sekolah menyambut kami bukan seperti calon klien, tetapi seperti tamu keluarga. Saat itu, kami merasakan secercah harapan: mungkin ini tempatnya.
Anak Kami Diterima, Kami Pun Dirangkul
Kekhawatiran kami tentang Daniel sirna dalam beberapa minggu pertama. Ia pulang dengan cerita-cerita baru setiap hari. Tentang wali kelasnya yang sabar, tentang teman sebangkunya yang langsung mengajaknya bermain, tentang kakak kelas yang membantunya saat ia kesulitan. Daniel tidak merasa seperti anak baru yang asing; ia merasa menjadi bagian dari sesuatu.
Kehangatan itu tidak hanya dirasakan oleh Daniel. Kami sebagai orang tua juga ikut dirangkul. Kami diundang dalam pertemuan orang tua yang terasa seperti obrolan keluarga, bukan laporan formal. Kami dimasukkan ke dalam grup komunikasi di mana para orang tua saling berbagi informasi dan dukungan. Saat kami bingung tentang suatu hal, orang tua lain dengan sigap membantu. Kami sadar, kami tidak hanya mendaftarkan anak kami ke sebuah sekolah, kami mendaftarkan seluruh keluarga kami ke dalam sebuah komunitas.
Komunitas dalam Aksi Nyata
Kekuatan komunitas ini benar-benar kami rasakan saat Daniel harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Di luar dugaan kami, wali kelasnya datang menjenguk. Teman-teman sekelasnya membuat kartu ucapan “Cepat Sembuh” yang besar. Bahkan, beberapa orang tua murid yang baru kami kenal pun mengirimkan pesan dan doa. Di saat sulit itu, kami merasa tidak sendirian. Kami merasakan kepedulian tulus dari “rumah kedua” kami.
Penutup
Bagi kami, memilih sekolah Katolik di Yogyakarta ini adalah salah satu keputusan terbaik. Kami menemukan lebih dari sekadar tempat anak kami belajar Matematika dan Bahasa. Kami menemukan sebuah lingkungan di mana ia diterima seutuhnya, sebuah komunitas yang peduli, dan sebuah keluarga besar yang mendukung pertumbuhannya. Jika Anda mencari hal yang sama—sebuah sekolah yang benar-benar terasa seperti rumah—kami dengan tulus merekomendasikan untuk merasakan sendiri kehangatan komunitas di sekolah-sekolah Katolik.
Cerita Kasih
Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih
No HP: 081904104102
Email: admin@ceritakasih.net
Web: CeritaKasih.net