Sebagai seorang ayah dan profesional di bidang teknik, saya adalah orang yang berpikir sangat pragmatis. Saat tiba waktunya memilih sekolah dasar untuk putri saya, “Clara”, fokus saya sederhana: cari sekolah dengan reputasi akademis terbaik, yang bisa memberinya keunggulan kompetitif di masa depan. Awalnya, istri saya menyarankan sebuah sekolah Katolik. Terus terang, saya sedikit ragu.

Keraguan Awal Seorang Ayah Pragmatis

Pikiran saya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apakah pendidikan agamanya tidak akan terlalu banyak dan mengurangi porsi akademis? Apakah disiplinnya tidak terlalu kaku dan membuat anak tertekan? Apakah fasilitasnya mampu bersaing dengan sekolah-sekolah modern lainnya? Apakah biaya yang kami keluarkan akan sepadan dengan hasil akademis yang didapat? Keraguan ini membuat saya melakukan riset mendalam.

Proses Penemuan yang Membuka Mata

Kami memutuskan untuk menghadiri sesi open house di salah satu sekolah Katolik yang direkomendasikan. Pengalaman inilah yang mulai mengubah cara pandang saya. Saya melihat langsung bagaimana para siswa berinteraksi—mereka sopan dan disiplin, tetapi mata mereka berbinar penuh keceriaan, jauh dari kesan tertekan.

Saya berbicara dengan kepala sekolah dan beberapa guru. Mereka menjelaskan dengan gamblang bagaimana kurikulum nasional diintegrasikan secara seimbang dengan pendidikan karakter dan iman. Saya terkesan saat seorang guru sains menjelaskan bagaimana ia tidak hanya mengajar tentang alam, tetapi juga mengajak siswa untuk mengagumi keagungan Sang Pencipta. Saya melihat bahwa “disiplin” yang mereka terapkan bukanlah hukuman, melainkan pembiasaan untuk membentuk tanggung jawab dan rasa hormat.

Titik Balik: Percakapan dengan Ayah Lain

Titik balik bagi saya adalah saat saya mengobrol santai dengan seorang ayah lain yang anaknya sudah lebih dulu bersekolah di sana. Ia berkata, “Pak, dulu saya juga berpikir seperti Bapak. Tapi sekarang saya sadar, sekolah ini tidak hanya membuat anak saya pintar menjawab soal ujian. Sekolah ini mengajarinya untuk menjadi orang yang baik. Dia belajar jujur, dia belajar peduli sama temannya. Itu bekal yang tidak bisa diukur dengan rapor.” Kata-katanya menohok saya. Saya sadar, saya terlalu fokus pada persiapan untuk “mencari kerja”, dan sedikit lupa tentang persiapan untuk “menjalani hidup”.

Sebuah Keputusan yang Mantap

Keraguan saya terjawab sudah. Saya melihat bahwa sekolah Katolik menawarkan sesuatu yang lebih: pendidikan holistik. Mereka tidak hanya membangun otak, tetapi juga hati dan jiwa. Mereka mempersiapkan anak bukan hanya untuk lolos ujian, tetapi untuk menghadapi ujian kehidupan dengan kompas moral yang kuat.

Penutup

Kini, melihat Clara tumbuh menjadi anak yang tidak hanya cerdas tetapi juga penuh empati dan percaya diri, saya bersyukur atas keputusan kami. Bagi para ayah pragmatis di luar sana yang mungkin memiliki keraguan yang sama, saran saya adalah: datang dan lihatlah sendiri. Bicaralah dengan para pendidik dan orang tuanya. Anda mungkin akan menemukan, seperti saya, bahwa investasi terbaik bukanlah yang hanya menjanjikan keunggulan akademis, tetapi yang menjanjikan pertumbuhan anak Anda menjadi manusia seutuhnya.

Kontak

Cerita Kasih 

Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih

No HP: 081904104102

Email: admin@ceritakasih.net

Web: CeritaKasih.net