Saat orang tua meninjau sebuah sekolah, perhatian utama seringkali tertuju pada kurikulum formal: daftar mata pelajaran, buku teks yang digunakan, target akademis, dan jam belajar. Namun, di balik semua yang terstruktur dan tertulis itu, ada sebuah kurikulum lain yang jauh lebih kuat dalam membentuk pribadi seorang anak—sebuah “kurikulum yang tak tertulis”. Inilah serangkaian pelajaran hidup, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dihirup dan dihayati siswa setiap hari melalui atmosfer, budaya, dan interaksi di lingkungan sekolah. Di sekolah-sekolah Katolik Yogyakarta, kurikulum tak tertulis ini secara sadar dibina dan seringkali menjadi warisan pendidikan yang paling berharga dan abadi.
Apa Saja “Mata Pelajaran” dalam Kurikulum Tak Tertulis Ini?
Kurikulum tak tertulis ini tidak memiliki buku paket atau ujian formal, namun “mata pelajarannya” diajarkan setiap saat, di setiap sudut sekolah.
1. Pelajaran tentang Integritas dalam Setiap Tindakan Di sekolah Katolik, kejujuran bukanlah sekadar nasihat, melainkan budaya. Ketika seorang siswa menemukan dompet yang terjatuh dan menyerahkannya kepada guru, ia belajar bahwa integritas lebih berharga daripada uang. Ketika seorang guru dengan tulus mengakui kesalahannya di depan kelas, siswa belajar tentang kerendahan hati dan pentingnya kebenaran. Budaya yang tidak mentolerir kecurangan saat ujian mengajarkan bahwa proses yang jujur jauh lebih penting daripada sekadar nilai tinggi. Inilah pelajaran integritas yang meresap, membentuk karakter yang dapat dipercaya.
2. Pelajaran tentang Welas Asih dan Solidaritas Welas asih (compassion) tidak diajarkan melalui rumus, tetapi dirasakan melalui pengalaman. Pelajaran ini hadir ketika siswa melihat gurunya dengan sabar mendampingi teman mereka yang kesulitan belajar. Ia tumbuh saat kakak kelas secara sukarela membimbing adik kelasnya. Ia menjadi nyata ketika seluruh komunitas sekolah—siswa, guru, dan orang tua—bersatu menggalang dana untuk membantu anggota sekolah yang sedang tertimpa musibah. Solidaritas menjadi sebuah tindakan, bukan lagi sekadar kata.
3. Pelajaran tentang Rasa Hormat dan Martabat Pribadi Bagaimana cara menghargai setiap orang sebagai pribadi yang luhur? Jawabannya ada dalam interaksi sehari-hari. Pelajaran ini diterima siswa ketika guru menyapa mereka dengan menyebut nama, bukan sekadar menunjuk. Ia dipelajari saat mereka dibimbing untuk mendengarkan pendapat teman yang berbeda tanpa mencela. Ia dirasakan ketika mereka melihat kepala sekolah menyapa petugas kebersihan dengan ramah dan penuh hormat. Di sekolah Katolik, setiap individu, apa pun perannya, diajarkan untuk dihargai martabatnya sebagai ciptaan Tuhan.
4. Pelajaran tentang Ketangguhan dan Harapan Dunia tidak selalu berjalan mulus. Pelajaran tentang ketangguhan (resilience) diajarkan ketika seorang siswa mendapat nilai buruk, namun guru tidak menghakiminya, melainkan memberinya semangat dan bimbingan untuk mencoba lagi. Pelajaran tentang harapan ditanamkan melalui doa bersama saat menghadapi masa-masa sulit atau saat mendoakan teman yang sakit. Siswa belajar bahwa iman memberikan kekuatan untuk bangkit dari kegagalan dan menghadapi masa depan dengan optimisme.
5. Pelajaran tentang Syukur dan Apresiasi Keindahan Di tengah dunia yang serba cepat, pelajaran untuk berhenti sejenak dan bersyukur menjadi sangat penting. Ini diajarkan melalui doa singkat sebelum dan sesudah belajar, mengucap syukur atas ilmu dan kebersamaan hari itu. Pelajaran ini juga hadir dalam bentuk apresiasi terhadap keindahan—merawat taman sekolah agar tetap asri, menjaga kebersihan kelas, atau mengagumi karya seni teman. Siswa belajar untuk tidak menganggap remeh berkat-berkat kecil dalam hidup.
Dampak Jangka Panjang yang Tak Ternilai
Pengetahuan akademis bisa saja terlupakan atau menjadi usang seiring waktu. Namun, pelajaran dari kurikulum tak tertulis ini akan terus melekat. Integritas, welas asih, rasa hormat, ketangguhan, dan rasa syukur adalah nilai-nilai yang akan membentuk cara seorang individu berinteraksi dengan dunia, membuat keputusan, dan menjalani kehidupannya kelak. Inilah fondasi yang sesungguhnya dari seorang pribadi yang utuh.
Penutup
Saat Anda sebagai orang tua mencari sekolah terbaik, cobalah untuk melihat lebih dari sekadar daftar peringkat atau fasilitas yang ditawarkan. Cobalah untuk merasakan atmosfernya, mengamati interaksi di dalamnya, dan bertanya tentang budayanya. Karena seringkali, pelajaran hidup paling berharga justru ditemukan dalam kurikulum yang tak tertulis. Sekolah Katolik di Yogyakarta, dengan komitmennya pada pendidikan holistik, secara sadar menjadikan kurikulum tak tertulis ini sebagai jantung dari proses pendidikannya, memastikan setiap siswa pulang bukan hanya dengan kepala yang lebih pintar, tetapi juga dengan hati yang lebih luhur.
Cerita Kasih
Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih
No HP: 081904104102
Email: admin@ceritakasih.net
Web: CeritaKasih.net