Iman yang sejati tidak pernah berhenti pada ritual pribadi atau kesalehan individu. Iman Kristiani selalu memiliki dimensi sosial yang kuat—sebuah panggilan untuk peduli dan bertindak demi kebaikan sesama, terutama mereka yang miskin, tersisih, dan menderita. Sekolah-sekolah Katolik di Yogyakarta, berlandaskan Ajaran Sosial Gereja, secara aktif menanamkan semangat ini, mendidik siswanya agar memiliki “mata yang terbuka” untuk melihat realitas sosial di sekitar mereka dan “hati yang tergerak” untuk melakukan aksi nyata.

Dasar Kepedulian Sosial: Ajaran Sosial Gereja

Pembinaan kepedulian sosial di sekolah Katolik bukanlah sekadar kegiatan amal musiman, melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja yang mendalam. Siswa diperkenalkan pada konsep-konsep seperti:

  • Martabat Manusia: Keyakinan bahwa setiap pribadi manusia, tanpa terkecuali, diciptakan secitra dengan Allah dan memiliki martabat luhur yang harus dihormati.
  • Kebaikan Bersama (Bonum Commune): Panggilan untuk menciptakan kondisi sosial yang memungkinkan semua orang dan kelompok untuk mencapai pemenuhan diri mereka secara lebih penuh dan mudah.
  • Pilihan Preferensial bagi Kaum Miskin dan Rentan: Gereja secara khusus berpihak dan memberikan perhatian lebih kepada mereka yang paling membutuhkan dalam masyarakat.
  • Solidaritas: Kesadaran bahwa kita semua adalah satu keluarga umat manusia, saling bergantung, dan memiliki tanggung jawab satu sama lain.

Prinsip-prinsip inilah yang menjadi kompas moral dalam setiap program pelayanan sosial yang diadakan sekolah.

Program dan Kegiatan Konkret yang Membuka Mata dan Menggerakkan Hati

Sekolah Katolik di Yogyakarta menerjemahkan prinsip-prinsip di atas ke dalam berbagai program dan kegiatan nyata yang melibatkan siswa secara langsung:

  1. Program Live-In atau Bakti Sosial: Ini adalah salah satu program unggulan yang paling transformatif. Siswa diajak untuk tinggal selama beberapa hari di tengah komunitas masyarakat yang sederhana, biasanya di daerah pedesaan atau perkampungan. Mereka hidup bersama “keluarga asuh”, mengikuti aktivitas sehari-hari mereka, dan merasakan langsung denyut kehidupan yang berbeda. Pengalaman ini membuka mata mereka terhadap realitas kemiskinan, kesederhanaan, dan ketulusan.
  2. Kunjungan Pelayanan Rutin: Sekolah secara rutin mengorganisir kunjungan ke panti asuhan, panti jompo, atau komunitas penyandang disabilitas. Siswa tidak hanya datang untuk memberikan bantuan materi, tetapi yang lebih penting, untuk berinteraksi, mendengarkan, berbagi cerita, dan memberikan kehadiran yang menghibur.
  3. Aksi Amal dan Penggalangan Dana: Melalui kegiatan seperti Aksi Puasa Pembangunan (APP) atau gerakan solidaritas lainnya, siswa belajar untuk berkorban dan berbagi dari apa yang mereka miliki untuk membantu sesama yang lebih membutuhkan.
  4. Gerakan Peduli Lingkungan: Kesadaran sosial juga mencakup kepedulian terhadap “rumah kita bersama”, yaitu bumi. Kegiatan seperti penanaman pohon, gerakan pengurangan sampah plastik, atau proyek daur ulang menanamkan rasa tanggung jawab siswa terhadap kelestarian alam.
  5. Integrasi Isu Sosial dalam Pembelajaran: Isu-isu seperti keadilan sosial, kemiskinan, hak asasi manusia, dan perdamaian seringkali diintegrasikan dalam mata pelajaran seperti Sosiologi, Agama, atau PKn untuk menumbuhkan pemahaman kritis siswa.

Tujuan Pembelajaran: Dari Amal ke Keadilan Sosial

Tujuan akhir dari program-program ini bukanlah sekadar menumbuhkan rasa kasihan atau melakukan amal karitatif. Tujuan yang lebih dalam adalah membangun empati yang tulus, membantu siswa memahami akar penyebab ketidakadilan sosial, dan menumbuhkan keinginan dalam diri mereka untuk terlibat dalam upaya menciptakan perubahan yang lebih struktural dan berkeadilan di masa depan.

Dampak Jangka Panjang: Membentuk Agen Perubahan yang Berwelas Asih

Siswa yang secara teratur terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih peka, rendah hati, dan memiliki welas asih. Pengalaman ini membentuk cara pandang mereka terhadap dunia dan seringkali mempengaruhi pilihan studi dan karir mereka kelak. Sekolah Katolik Yogyakarta dengan demikian tidak hanya mencetak akademisi atau profesional yang kompeten, tetapi juga warga negara dan warga Gereja yang memiliki kesadaran sosial tinggi dan siap menjadi agen perubahan positif di masyarakat.

Penutup

Pendidikan di sekolah Katolik Yogyakarta adalah sebuah undangan untuk melihat dunia dengan mata iman dan bertindak dengan hati yang penuh kasih. Dengan membuka mata siswa terhadap realitas sosial dan menggerakkan hati mereka untuk melayani, sekolah-sekolah ini menanamkan fondasi karakter yang paling esensial: kemampuan untuk mencintai dan peduli terhadap sesama. Inilah bekal sejati yang akan membuat hidup mereka lebih bermakna dan berdampak, kini dan selamanya.

Kontak

Cerita Kasih 

Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih

No HP: 081904104102

Email: admin@ceritakasih.net

Web: CeritaKasih.net