Bukti terindah dari sebuah pendidikan multikultural yang berhasil bukanlah piagam penghargaan atau slogan di dinding sekolah. Bukti terindahnya adalah pemandangan sehari-hari yang menghangatkan hati: persahabatan tulus yang terjalin di antara siswa-siswi yang berbeda keyakinan. Mari kita simak sebuah kisah arketipe tentang “Yohanes” (seorang siswa Katolik) dan “Hasan” (seorang siswa Muslim) di salah satu sekolah Katolik di Yogyakarta.

Awal Perjumpaan di Lapangan Basket Yohanes dan Hasan bertemu di kelas 7. Awalnya, mereka hanya teman sekelas biasa. Perbedaan latar belakang membuat mereka sedikit canggung. Namun, kecintaan mereka pada basket menyatukan mereka. Setiap jam istirahat, mereka akan bertemu di lapangan, saling mengoper bola, dan tertawa bersama. Dari lapangan basket, persahabatan mereka mulai tumbuh.

Momen-momen Emas Persahabatan Persahabatan mereka diwarnai oleh momen-momen kecil yang penuh makna, yang hanya bisa terjadi di lingkungan yang mendukung toleransi:

  • Menghormati Waktu Ibadah: Saat belajar kelompok di perpustakaan sekolah dan waktu shalat Dhuhur tiba, Yohanes dengan sendirinya akan berkata, “San, shalat dulu gih, aku tunggu di sini.” Tanpa perlu diminta, ia belajar menghormati waktu ibadah sahabatnya. Sebaliknya, saat sekolah mengadakan Misa, Hasan akan dengan tenang menunggu Yohanes di luar gereja atau membaca buku di kelas.

  • Berbagi Sukacita Hari Raya: Menjelang Natal, Hasan dengan penasaran bertanya tentang makna pohon Natal kepada Yohanes. Saat Idul Fitri tiba, Yohanes menjadi orang pertama yang diundang Hasan ke rumahnya untuk mencicipi opor dan ketupat buatan ibunya. Mereka tidak merayakan teologi satu sama lain, tetapi mereka merayakan sukacita persahabatan dalam momen-momen penting tersebut.

  • Saling Menjadi Pelindung: Suatu ketika, ada siswa baru yang melontarkan candaan yang menyinggung keyakinan Hasan. Tanpa ragu, Yohanes yang pertama kali menegur dengan sopan, “Di sekolah ini, kita semua teman.” Momen itu menunjukkan bahwa persahabatan mereka telah melahirkan rasa saling melindungi.

Pelajaran yang Mereka Petik Dari persahabatan mereka, Yohanes belajar tentang disiplin shalat lima waktu dan indahnya tradisi silaturahmi saat Lebaran dari Hasan. Sementara itu, Hasan belajar tentang makna pelayanan dan kasih dari keterlibatan Yohanes sebagai misdinar. Mereka menemukan bahwa meskipun cara mereka berdoa berbeda, nilai-nilai inti yang diajarkan agama mereka—tentang kebaikan, kejujuran, dan rasa hormat kepada orang tua—ternyata sangat mirip. Perbedaan tidak lagi menjadi tembok, melainkan jendela untuk saling belajar.

Penutup Kisah Yohanes dan Hasan adalah satu dari ribuan cerita persahabatan lintas iman yang bersemi setiap hari di bawah atap sekolah Katolik yang inklusif. Inilah buah nyata dari pendidikan multikultural—bukan sekadar toleransi pasif, melainkan persaudaraan sejati yang aktif dan tulus. Dengan memberikan anak Anda kesempatan untuk belajar di lingkungan seperti ini, Anda tidak hanya memberinya pendidikan akademis, tetapi juga anugerah tak ternilai berupa persahabatan yang akan memperkaya jiwa dan memperluas wawasannya seumur hidup.

Kontak

Cerita Kasih 

Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih

No HP: 081904104102

Email: admin@ceritakasih.net

Web: CeritaKasih.net