Seringkali, nilai-nilai luhur dan kualitas pendidikan sebuah sekolah terasa abstrak. Namun, semua itu menjadi nyata dalam rutinitas sehari-hari yang dialami oleh para siswanya. Mari kita ikuti kisah satu hari dari seorang siswa fiktif bernama “Bima”, seorang siswa kelas 5 di salah satu SD Katolik di Yogyakarta, untuk melihat bagaimana iman, ilmu, dan karakter dirajut dalam setiap momen, dari bel pagi hingga sore hari.
Pagi Hari: Doa, Sapa, dan Semangat Belajar
06.45: Bima tiba di gerbang sekolah. Senyum hangat dari Bapak Satpam dan sapaan “Selamat pagi, Bima!” dari beberapa guru yang piket menyambutnya. Ini adalah pembiasaan sederhana yang menanamkan rasa hormat dan dihargai. Sebelum masuk kelas, Bima dan teman-temannya berbaris rapi di depan kelas, menyalami wali kelas mereka.
07.00: Bel berbunyi. Seluruh sekolah hening sejenak. Melalui pengeras suara pusat, terdengar lagu pujian singkat, dilanjutkan dengan doa pagi bersama dan renungan singkat yang dibawakan oleh salah satu guru. Momen ini mengajarkan Bima untuk selalu mengawali hari dengan bersyukur dan menyerahkan segala aktivitas kepada Tuhan.
07.15 – 12.00: Jam pelajaran dimulai. Di kelas Matematika, Bima belajar tentang pecahan, tetapi Bu Guru juga mengingatkannya tentang pentingnya “berbagi secara adil” seperti konsep pecahan. Di kelas IPA, saat mempelajari ekosistem, ia diajak untuk merenungkan keagungan ciptaan Tuhan dan tanggung jawab manusia untuk menjaganya. Pembelajaran tidak hanya tentang rumus dan fakta, tetapi juga tentang makna di baliknya. Saat istirahat, Bima dan teman-temannya berlarian di halaman, belajar berbagi bekal, dan menyelesaikan perselisihan kecil dengan bimbingan guru piket yang mengajarkan tentang permintaan maaf dan pengampunan.
Siang Hari: Refleksi, Makan Siang, dan Pengembangan Diri
12.00: Tepat tengah hari, lonceng gereja di dekat sekolah berdentang. Seluruh aktivitas berhenti sejenak untuk Doa Malaikat Tuhan (Angelus). Ini adalah momen singkat untuk kembali mengingat kehadiran Tuhan di tengah kesibukan mereka.
12.15: Waktu makan siang. Bima dan teman-temannya berdoa bersama sebelum makan, sebuah pembiasaan untuk selalu bersyukur atas rezeki yang mereka terima. Mereka belajar untuk makan dengan tertib dan membersihkan sisa makanan mereka sendiri, sebuah pelajaran sederhana tentang tanggung jawab.
13.00 – 14.30: Pelajaran sore hari seringkali diisi dengan kegiatan yang lebih dinamis. Hari ini, Bima memiliki pelajaran Seni Budaya. Ia belajar memainkan beberapa nada sederhana pada gamelan. Ia tidak hanya belajar tentang alat musik tradisional, tetapi juga tentang pentingnya harmoni, kesabaran, dan kerja sama tim untuk menghasilkan suara yang indah—sebuah cerminan dari kehidupan berkomunitas.
Sore Hari: Ekstrakurikuler dan Pulang dengan Gembira
14.30: Bel pulang berbunyi. Bagi Bima yang mengikuti ekstrakurikuler, petualangan belum berakhir. Ia bergegas ke lapangan untuk latihan sepak bola. Pelatihnya, yang juga salah satu guru, tidak hanya mengajarkan teknik menendang bola, tetapi juga pentingnya sportivitas, kerja keras, dan cara menerima kemenangan dengan rendah hati serta kekalahan dengan lapang dada.
16.00: Latihan selesai. Sebelum pulang, Bima dan timnya berdoa singkat, mengucap syukur atas latihan hari itu. Dengan wajah lelah namun ceria, ia meninggalkan sekolah, membawa pulang bukan hanya pengetahuan akademis, tetapi juga pelajaran berharga tentang iman, karakter, dan kehidupan.
Penutup
Kisah Bima adalah cerminan dari ribuan siswa lain di sekolah-sekolah Katolik Yogyakarta. Satu hari di sekolah mereka bukanlah sekadar rangkaian mata pelajaran, melainkan sebuah perjalanan holistik di mana setiap interaksi, setiap kegiatan, dan setiap momen menjadi kesempatan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas, beriman, dan berbudi pekerti luhur.
Cerita Kasih
Oleh Yayasan DuaBelas Cahaya Kasih
No HP: 081904104102
Email: admin@ceritakasih.net
Web: CeritaKasih.net